Friday, September 24, 2010

SALES vs. JOBLESS

4:52 PM 1/20/2005, ANTz wrote :

Jujur, tidak ada maksud untuk meremehkan profesi yang satu ini. Siang, itu gue lagi asik mengoprek komputer, ketika telepon di rumah berdering. Biasanya yang kerap dihubungi itu nyokap gue, maklum ibu rumah tangga, banyak kerjaan sampingan :). Karena itu hampir 99%, gue ga pernah niat ngangkat gagang telepon. Nah kebetulan kali ini bokap yang ngangkat, eh...ga lama beliau bilang : "Tha telepon nih...!" 

"Dari siapa ?" gue tanya.
"Ga tahu..." kata bokap.
"Siapa ya...???" dalam hati gue bertanya.

Sejak berhenti dari kantor 4 tahun silam, gue udah sangat jarang terima telepon. Bahkan selama kurun waktu itu dapat dihitung pake jari berapa kali gue terima telepon. Dengan segera gue bergegas menghampiri pesawat telepon.

"Halo, Selamat Siang" suara seoarang pria terdengar.
"Eh ada apa Rio !!!" jawab gue lugas, dengan keyakinan penuh. Rio adalah rekan gue ketika masih bekerja di sebuah lembaga konsultan di bilangan Depok.
"Ini bapak, saya dari Bank X. Bank dimana bapak menjadi nasabahnya."
"Oh iya, benar saya nasabah bank tersebut. Ada keperluan apa ya ?" gue menjawab dengan bahasa yang formal sambil tersenyum kecut dalam hati. Malu dah gue, dipikir Rio. Abis mirip suaranya, eh tahu-tahunya dari bank.

"Ini Pak, kami menawarkan....bla...bla...." Pria itu pun mulai menjelaskan sesuatu, yang akhirnya  dengan segera gue sadari bahwa lawan bicara saya adalah sales asuransi. Gue segera melirik jam dinding, sekitar jam 13.00 WIB. Dua hal alasan kenapa gue ngeliat jam, pertama gue pengen tahu jam berapa biasanya sales menghubungi calon pembeli dan kedua berapa lama yang dibutuhkan mereka untuk menawarkan produknya. Cerdik nih orang dalam hati gue, dia memilih ga lama selepas makan siang untuk ukuran kantor. Biasanya orang yang abis makan siang, bawaannya santai bukan ??? Saat yang tepat untuk menawarkan sesuatu. Eeit...tapi ga berlaku bagi semua orang karena kebetulan saat itu gue blom makan dan kerjaan gue di komputer blom selesai. Apalagi yang dihubungi rumah bukan kantor.

"Oh iya iya" jawab gue sabar, berupaya mendengarkan penjelasan pria tersebut. Jujur saat itu gue dihadapkan 2 pilihan sulit, segera mengakhiri pembicaraan yang pastinya tidak menghargai sales tersebut atau melayaninya dengan waktu yang relatif lama (maaf... pengalaman pribadi, dulu gue beberapa kali menghadapi yang namanya team marketing atau sales).

Akhirnya setelah berapa lama, pria tersebut menjelaskan maksudnya, akhirnya dia berkata...
"Maaf Bapak, sekarang profesinya apa ?"
Sontak gue tercenung dalam hati... dan sontak juga gue mendapatkan sebuah jawaban jitu.
"Oh... pengangguran" jawab gue lugas tanpa perlu berbohong dan merasa malu.
"O...begitu ya, kalau begitu terimakasih Pak" Dengan segera 'sang sales' menutup teleponnya.
"Nah lo...langsung ditutup ???" kata gue, sambil melirik jam dinding, ga sampe 10 menit. Gue tersenyum menang.

Ternyata ga jauh dari tempat gue terima telepon tadi, bokap gue lagi makan.

"Kenapa ?" tanya beliau.
"Biasa dari asuransi..." jawab gue pendek.
"Saya pikir juga begitu tadi" kata bokap.
"Tadi gue ditawarin asuransi, eh pas dia tanya pekerjaan, gue langsung jawab aja pengangguran. Eh...langsung ditutup." Gue berusaha menjelaskan seringkas mungkin.

Bokap gue malah ketawa, lalu bilang : "Tepat kau jawab itu"
"Abis kalo diikutin lama pak... kebetulan pas ditanya pekerjaan yah...gue jawab aja pengangguran. Eh.. bener kan dia yang tutup teleponnya duluan" Kembali gue ketawa puas. Seharusnya pria tersebut mengecek ulang data gue yang tertera di bank, itupun kalau dia menguasai data yang diperoleh. Bukankah nomor yang dihubungi nomor rumah dan bukankah seseorang yang berada di rumah ketika siang hari umumnya pensiunan, anak-anak, ibu rumah tangga yang notabene bukan pekerja aktif alias tidak produktif alias tidak mempunyai pendapatan. Ah...bingung juga berusaha memahami cara kerjanya.

Lantas gue ke dapur untuk mengisi perut, sambil tercenung sesaat. Ada 2 kenyataan yang bertolak belakang yang gue pelajari : pertama, terlalu mudah menhindari sales dan yang kedua, oleh karena poin pertama, seorang sales harus lebih piawai menjalankan profesinya.

Gue cuman bisa menyimpulkan beberapa poin dibawah ini :
  1. Jobless (pengangguran) merupakan profesi yang (pasti) dihindari setiap sales.
  2. Jika kepastian itu benar maka mudahlah menghindari rayuan sales (khusus jika kamu tidak menyukainya).
  3. Oleh karena itu seorang sales bukan hanya menjalankan fungsinya sebagai employee/worker tapi juga sebagai seorang profesional/expert.
  4. Employee/worker hanya menjalankan tugas yang dibebankan sedangkan profesional/expert menguasai tugas yang dibebankan dan mencapai target.
  5. Sesungguhnya Profesional Sales atau Expert Marketing adalah ujungnya tombak pemasukan setiap bentuk usaha yang berorientasi profit.
Lesson Learn
  • Di Bangladesh, seseorang menjadi terhormat (Nobel Achiever) karena beliau secara konsisten memberi modal kepada kaum akar rumput (baca jobless).
  • Di Indonesia, kaum akar rumput (200 juta orang) menjadi sumber modal/pemasukan potensial bagi kalangan terhormat (baca pengusaha/investor).
Sekali lagi dari hati yang terdalam, gue tidak bermaksud menyinggung profesi apapun. Lakukan setiap profesi secara profesional bukan hanya sebagai profesi maka anda akan dihormati.

with respect,

:> ANTz

0 comments:


Post a Comment

 

blog RIGHT

This blog powered by:


Professional template designed by Rohman Abdul Manap
Banner header image and blog modified by antha.ginting

Creative Commons License
Based on a work at karput.blogspot.com,
all contents on this site are LICENSED under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 Unported License.

Please email to for copy
and distribute for commercial or non-commercial uses.

and also PROTECTED under:
MyFreeCopyright.com Registered & Protected
protected by Copyscape Online Plagiarism Detector
for detail see Disclaimer.

Thank you for visiting my blog, see ya..

my FRIENDS


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...