Friday, January 21, 2011

Pemberontakan & Arti Sebuah Pengampunan

2:17 PM 2/2/2009, ANTz wrote :

Hari itu tanggal 31 Desember 2009, sekitar 45 menit menuju pukul 24.00 WIB. Kami duduk lesehan di atas rumput Monas, sebuah ikon bangunan yang menjadi kebanggaan di negeri ini. Langit di atas sana cukup bersahabat, cerah untuk hari yang berada di musim penghujan. Angin malam sesekali menghantam wajah kami.

Di sekitar kami ribuan orang hadir memenuhi tempat tersebut. Tidak ada acara istimewa apapun malam itu, namun antusiasme Malam Tahun Baru telah menjadi daya tarik tersendiri. Mereka berlalu lalang, duduk bercengkrama, bermain aneka permainan hingga tidur pulas di atas hijaunya rerumputan.

Ketika kami sedang mengobrol sambil memperhatikan orang-orang yang hilir mudik di sekitar kami, melintaslah beberapa anak belia (perkiraan gue sekitar 13-15 tahun), diantaranya asyik merokok, seakan seirama dengan tema malam itu : KEBEBASAN. Teman yang duduk di sampingku terlihat takjub melihatnya. "Lihat ! Seusia mereka sudah melakukan hal itu. Menurut gue itu REBEL, Tha !" Begitulah kira-kira ia berkata.

Reee...beeellll...? Karena keterbatasan dalam perbendaharaan bahasa Inggris, gue sempat tergagap.
"Iya... Rebel... Memberontak..." jawabnya.
"Oooh iya... Memberontak..." kata gumam gue pelan.
"Iya, menurut kamu mengapa mereka melakukan hal seperti itu ?" tanyanya lugas.
Dan setelah itu mengalirlah perbincangan mengenai 'rebel'...

...Sebutlah namanya Oji. Ia anak pertama dari 2 bersaudara. Ketika gue mempunyai usaha di dekat rumahnya 4 tahun lalu, ia masih duduk di bangku SDN, kelas 5. Setahun pertama disana perilakunya wajar sesuai anak seusianya, namun memasuki tahun kedua berusaha di daerah itu, mulai terlihat gejala-gejala yang tidak wajar untuk anak seusianya. Anak itu sudah merokok, piercing telinga, serta melawan orangtuanya. Tidak ada yang aneh dengan keluarganya. Mereka bahagia dan berkecukupan. Kasih sayang ? Ibunya sampai bingung apa lagi yang harus dilakukan untuk memenuhi keinginan anaknya. Gue tahu pasti hal itu karena suatu kali ibunya pernah bercerita banyak tentang anak sulungnya tersebut.

Pernah suatu kali, ketika ia berkunjung, gue mendapati Oji dengan salah satu mata lembam kebiruan. Dari cerita anak-anak yang juga teman main Oji diketahui ia mendapat sebuah pukulan dari ayahnya, yah... itupun dipastikan dengan anggukan kepala olehnya saat gue mencoba memastikan hal tersebut. Dan hebatnya ekspresi muka anak itu tidak menunjukkan penyesalan, sirat mukanya malah menunjukkan kemenangan !!! Permintaannya meminta handphone atau motor kelewat berlebihan untuk anak seusianya, membuat kesabaran orangtua hilang dan hingga 'terpaksa' menunjukkan kasih sayang mereka dalam bentuk kekerasan. Tahun terakhir menjelang kepindahan gue dari tempat tersebut, Oji sudah keluar dari sekolahnya. Ia menolak untuk bersekolah dan orangtuanya pun menyerah !!!

Lain lagi tentang seorang Adenk, seorang anak tunggal. Ketika itu ia masih duduk di bangku SMP, kalau tidak salah ia duduk di kelas III. Statusnya ketika itu berpindah-pindah sekolah, sekali waktu di sini, di Jakarta. Saat berikutnya dipindahkan ke Jawa untuk mengendalikan pergaulannya. Apa daya, sekolah di sana pun tidak sanggup menjadikannya lebih baik. Tak lama ia kembali ke sini dan tidak melanjutkan sekolahnya. Kelakuannya tidak mengkhawatirkan dari Oji. Merokok, mabuk miras oplosan, menindik telinga / lidah / bibir, mencuri sandal bermerek untuk kemudian dijualnya dan memalak anak yang lebih kecil adalah perkara biasa. Bahkan mengkonsumsi narkoba bukan hal luarbiasa walau dalam skala kecil. Pernah suatu kali ia bercerita 'asyiknya' berkejar-kejaran dengan ayahnya saat tengah malam buta karena dia tidak mau pulang. Hebatnya saat dikejar itu dia terus menerus mengejek ayahnya dengan berkata : "Dasar loe pincang !!!". Yah pincang, karena salah satu kaki ayahnya tidak berpijak dengan sempurna. Dan dia menceritakan hal itu dengan penuh kepuasan, tertawa bangga, membuktikan bahwa ia berani, berani melawan orang yang tidak lain ayah kandungnya sendiri !!!

Aaakh... dari dua kisah itu, ternyata dalam diri gue juga mengalir darah pemberontak. Dimulai saat masuk di bangku kuliah, gue udah bertekad memanjangkan rambut sebagai simbol perlawanan. Walaupun orangtua tidak pernah menyukai hal itu, gue tidak bergeming. Bahkan kini setelah tidak bekerja di sektor formal, gue kembali melakukan hal yang sama bahkan kini sampai rambut bukan sekedar panjang tapi sampai gimbal. Gue tidak pernah peduli pendapat orang, 'aku adalah aku' begitulah kira-kira bunyinya hehehehe... Dan itu kembali gue tunjukkan dengan ikut turun berdemonstrasi sepanjang tahun 1998. Dosen, orangtua, sahabat bahkan rohaniawan tidak mampu menahan aroma pemberontakan itu. Sampai saat ini pun hal itu masih tersisa, gue mengkonversinya sebagai seorang golput, pilihan yang tidak populer dan sering menimbulkan friksi dengan orang-orang disekitar gue.

Tidak berhenti sampai di situ, di lingkungan rohani, gue pun menjadi pemberontak. Menolak segala formalitas & legalitas menjemukan yang menjadi rutinitas setiap minggunya. Alhasil dalam kurun 5 tahun terakhir, 10 jari di tangan masih terlalu banyak untuk menghitung kehadiran gue di tempat ibadah. Hal terakhir yang PALING memilukan adalah gue secara terbuka mempertanyakan dimana TUHAN ketika gue sakit parah. Mengapa hal itu diijinkan-NYA terjadi dalam diri gue dan merenggut semua harapan & cita-cita gue ? YA, gue marah... gue kecewa...

Yah... benar... Oji bangga atas matanya yang lembam karena di sekolah ia menjadi pecundang sejati. Ia 'disandera' atas 'ketidakmampuannya' mengikuti serangkaian pelajaran yang disampaikan guru-gurunya di sekolah. Ia mengkonversi ketakutannya ketika di sekolah dengan keberaniannya menahan pukulan dari ayahnya dan serangkaian tindakan pemberontakan lainnya. Dan suatu kali gue bertanya kepadanya : "Emang enak Ji ga sekolah ? Bosen, trus ga dapet duit jajan ?" Jawabannya sungguh sederhana : "Enak donk om, kan jadi preman !!"

Yah... benar... Adenk pun bangga akan keberaniaannya saat mempermalukan ayahnya. Bangga karena dengan itu dia bisa berseru kepada 'pertu' [sebutan untuk preman tua di daerah kami] yang sering menindasnya atau senior di komunitas punknya : "Lihat kan bapak gue aja, gue lawan !!! Jadi gue juga
jagoan sama kayak loe !!!".

Dan sangat benar pula jika gue bangga pernah menjadi salah satu orang yang turut berdemonstrasi di era Reformasi 1998. Bangga karena pernah ikut meruntuhkan penguasa terlama di negeri ini, bangga karena MERASA ikut ambil bagian membebaskan rakyat dari lilitan krisis ekonomi dan yang paling membanggakan dari semua itu adalah bisa meringankan beban orangtua gue yang berstatus PNS. Juga benar... gue pernah 'puas' menumpahkan kekecewaan gue terhadap TUHAN atas penyakit yang menimpa diri ini. THIS ME !!! NO BODY STOP ME !!
....
Haaahhh... pertanyaan teman tersebut diatas sepertinya menyadarkan gue bahwa selama hidup ini, gue telah banyak bersentuhan dengan apa yang disebut dengan pemberontakan, termasuk dalam diri ini. Ketika pertanyaan itu dilayangkan, kilas balik kisah-kisah tersebut paling tidak telah merangkai benang merah tentang sesuatu yang dapat menyebabkan seseorang melakukan pemberontakan.

KEKECEWAAN... ya semuanya dimulai dari setitik kekecewaan. Mungkin saja dipicu dari hal-hal yang sepele atau memang cobaan yang maha berat NAMUN apapun itu kondisinya, jika terjadi terus menerus tentu akan menguras ketahanan fisik dan emosional, melemahkan sendi-sendi logika atau nalar dan saat mencapai kadar tertingginya kekecewaan tadi akan bermetamorfosa menjadi akar pahit dalam diri.
Ketiadaan orang-orang terdekat seperti keluarga atau sahabat yang bisa merangkul, mendengarkan dan memahami kondisi seseorang saat menghadapi kekecewaan tersebut akan memperparah kondisi emosi dan logikanya. Alih-alih menjadi solusi pemecahan masalah malah berubah menjadi 'the biggest enemy in my life'. Kenapa ? Sederhana saja seseorang yang dalam kondisi labil SESUNGGUHNYA berharap banyak kepada orang-orang terdekatnya seperti keluarga, sahabat serta orang-orang yang dianggapnya bijaksana seperti guru, rohaniawan, konselor dan lainnya. Namun sayang, kesalahan dalam memahami perasaan seseorang dan cara memperlakukannya justru akan menjadi bumerang bagi orang terdekat tersebut. Bagaimana mungkin mereka yang aku harapkan disaat berat seperti ini malah mereka yang tidak mengerti aku ? Demikian kira-kira ungkapan hatinya.

Ibu Oji pernah berkata : "Oji HARUS tetap sekolah om, bagaimanapun caranya", "Hampir semua maunya diturutin, kurang apa lagi dia ?" dan beberapa kalimat lainnya. Akhh... gue hanya pernah bertanya kepada Oji "Kenapa gak senang sekolah ?" dan sontak dia lantas berceloteh ria tentang apa yang dihadapi setiap hari saat di sekolah. Perbedaan yang sepertinya sepele, namun percayalah ketika seseorang menghadapi masalah, biarkan mereka yang berbicara, tugas kita yang terutama adalah MENDENGAR.

Alhasil, ketika disana-sini tidak ditemui saluran pembuangan, tembokan ratapan, tonk sampah masalah atau apapun itu namanya, disitulah tunas-tunas PEMBERONTAKAN mulai tumbuh. Bagi gue, Oji, Adenk atau orang lain yang pernah mengalami kepahitan, pemberontakan adalah cara terindah yang kami 'anggap benar'. Pemberontakan menyiratkan perlawanan atas ketidakadilan, terutama yang dialami diri sendiri [heheheh... itu menurut gue]. Secara umum pemberontakan adalah penolakan terhadap otoritas, itu yang ditulis Wikipedia. Disana sang kamus online tersebut lebih menekankan pemberontakan yang berhubungan dengan kekuasaan bukan yang bersifat personal, contohnya seperti demonstrasi di era Reformasi 1998 di Indonesia atau People Power yang dipimpin Cory Aquino di Philipina.

Sedangkan jika ditelisik dari segi agama, pemberontakan sudah ada sejak penciptaan alam semesta. Memberontak menjadi sifat yang memisahkan manusia dengan Penciptanya. Di Firdaus-lah manusia melakukan perlawanan pertama kalinya, yang lucunya langsung diperuntukkan bagi Penciptanya sendiri. Bukan lantaran hidup yang kekurangan, tapi karena ketidakpuasan. Ketidakpuasan yang didukung ketidaktahuan menjadi kombinasi yang sempurna untuk menghasilkan kekecewaan.

Pemberontakan yang bersumber dari kepahitan hidup dan kemarahan akan keadaan diri akan lebih membahayakan dibandingkan pemberontakan yang disebabkan kemarahan kepada otoritas kekuasaan [seperti yang dimaksudkan Wikipedia]. Ya... sangat berbeda ketika gue melakukan 'pemberontakan' dalam wujud demonstrasi terhadap kekuasaan Orde Baru dibandingkan ketika gue menumpahkan kekecewaan kepada TUHAN atas penyakit yang gue derita. Pemberontakan kepada negara atau institusi yang tidak memperhatikan aspirasi rakyatnya tidak pernah menimbulkan sakit hati yang mengakar dalam diri. Setelah keadaan membaik, kekecewaan itu serta merta akan memudar. Jadi kekecewaan itu bersumber dari kepedulian yang 'tersisa' terhadap negara di mana gue tinggal. Naah... kekecewaan terhadap TUHAN itulah yang justru sangat menyakitkan, INILAH jawaban dari pertanyaan teman di atas tadi. Sekian tahun gue bergumul dengan penyakit paranoid ini membuat gue sadar berapa besar bahaya akar pahit dalam diri itu, apa yang menyebabkannya, apa manifestasi dari akar pahit itu dan apa yang bisa menyembuhkannya.

Tidak ada akhir yang membahagiakan jika pemberontakan dianggap sebagai manifestasi untuk menyalurkan segala bentuk kekecewaan. Berlari dan terus melakukan perlawanan terhadap orang-orang sekitar hanya berakhir sia-sia. Apa yang terjadi dalam diri gue sungguh luar biasa, hembusan nafas seorang keponakan yang masih balita dan tawa canda anak-anak menyembuhkan kepahitan dalam hitungan bulan. Penyakit yang sesungguhnya ternyata tidak separah yang dibayangkan justru kepahitan, kemarahan, ketakutan atau apapun bentuknya itulah yang membuat gue kehilangan KEHIDUPAN. Mungkin sekelumit kisah nyata berikut bisa turut membawa pencerahan bagi kita.

Pada hari Minggu pagi, 8 November 1987 seorang pria Irlandia, Gordon Wilson, bersama putrinya yang berusia 28 tahun, Marie, pergi menonton pawai di kota Enniskillen di Irlandia Utara. Ketika mereka berdiri di samping sebuah dinding batu sembari menantikan kesatuan prajurit dan polisi Inggris berbaris melewati mereka, sebuah bom dari teroris IRA (Irish Republican Army) meledak di belakang mereka. Enam orang tewas seketika karena ledakan itu. Gordon dan putrinya terkubur beberapa meter di bawah tumpukan batu. Gordon merasakan bahu dan lengannya terluka, tetapi ia tidak dapat bergerak.
Kemudian, ia merasakan ada seseorang menyentuh jari-jarinya.

"Ini Ayah, kan?” bisik Marie.
“Betul, Marie,” sahut ayahnya.


Gordon mendengar suara-suara samar orang-orang yang berteriak kesakitan, kemudian suara yang jauh lebih jelas, yakni teriakan Maria. Ia meremas tangan putrinya kuat-kuat sambil berkali-kali bertanya apakah ia baik-baik saja. Di antara jerit kesakitannya, Marie berkali-kali meyakinkan ayahnya bahwa ia baik-baik saja.

”Ayah, aku sangat mengasihi Ayah,” itulah kata-kata terakhir putrinya yang didengar Gordon. Empat jam kemudian, setelah mereka akhirnya diselamatkan, Marie meninggal dunia di rumah sakit karena mengalami kerusakan parah di otak dan tulang belakang.

Seorang wartawan BBC bertanya kepada Gordon, ”Bagaimana perasaan anda terhadap orang yang memasang bom itu?”

Jawabannya sangat mengejutkan. ”Saya tidak membenci mereka,” sahut Gordon. ”Saya tidak dendam kepada mereka. Kata-kata yang sengit tidak akan menghidupkan putri saya, Marie Wilson kembali. Saya akan berdoa malam ini dan setiap malam agar TUHAN mengampuni mereka.”

Pada bulan berikutnya, banyak orang bertanya kepada Gordon yang pada akhirnya menjadi senator Republik Irlandia tentang bagaimana ia dapat mengampuni tindakan kejam yang didasari kebencian tersebut.

Hati saya terluka,” ujar Gordon. “Saya telah kehilangan putri saya, tetapi saya tidak marah. Kata-kata terakhir Marie kepada saya, kata-kata kasih, menumbuhkan kasih saya. Saya menerima anugerah untuk mengampuni melalui kekuatan kasihNya bagi saya. Selama bertahun-tahun setelah tragedi yang merengut nyawa putrinya dan yang juga nyaris merengut nyawanya sendiri itu, Gordon Wilson bekerja tanpa mengenal lelah untuk memperjuangkan kedamaian dan rekonsiliasi di Irlandia Utara sampai akhir hayatnya. [Marie, A Story From Enniskillen, Gordon Wilson Signed]


Pengampunan melepaskan segalanya. Pengampunan membebaskan kita dari belenggu kepahitan yang mengikat kehidupan kita. Pengampunan membawa kedamaian di mana ada perselisihan, membawa pemulihan di mana ada keputusasaan. Pengampunan dapat mengubah kehidupan kita dan mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekeliling kita, bahkan mereka yang melukai hati kita sekalipun. Pengampunan adalah pisau bedah yang mencabut akar kepahitan dalam diri kita.

Oji, Adenk atau anak lain seusia mereka, sepertinya sukar memahami arti pengampunan atau memaafkan di masa sulit dalam hidup mereka. Jangankan mereka yang masih muda belia, gue pun kerap mendapati kesukaran yang sama saat kekecewaan menghinggapi diri. Namun bagaimanapun, contoh teladan dan perhatian dari orang-orang terdekat bukan menjadi hal yang mustahil, untuk setidaknya mereka lihat dan rasakan saat kesukaran itu menghimpit. Seperti ketika pelangi terbit setelah usainya hujan atau tanah menjadi subur setelah letusan gunung berapi, setidaknya sedikit contoh nyata jauh lebih berarti dari serentetan petuah bijak nan usang. Pengampunan dimulai dari diri sendiri, mengampuni diri sendiri, belajar menerima keadaan dirinya pun lantas menularkannya ke diri orang lain. Biarkan si pemberontak merasakan hembusan pengampunan...

Dewasa ini tidak sedikit anak-anak seusia Oji atau Adenk telah mengalami kepahitan di usia dini kehidupan mereka. Perceraian, ekonomi, pergaulan, atau setumpuk masalah sosial lainnya menjadi benih-benah yang berpotensi merusak karakter mereka. Jangan kaget jika sekarang ini, tidak sulit untuk menemukan anak-anak yang bersikap apatis atau antisosial terhadap lingkungannya.


with respect,

:> ANTz

7 comments:

Irene on Saturday, January 22, 2011 12:29:00 AM said...

trenyuh baca posting ini... sering aku juga berontak tp dalam kadar yg berbeda.. terima kasih yah sudah ingetin ttg pengampunan..

Anonymous said...

Hi there everyone, it's my first pay a quick visit at this website, and post is actually fruitful in support of me, keep up posting these types of content.
Feel free to visit my web blog ... free iphone

Anonymous said...

When I initially commented I seem to have clicked on the -Notify me when new comments are added- checkbox and now each time a comment
is added I get four emails with the exact same comment. There has to be an easy
method you can remove me from that service?
Many thanks!
My page samson tobacco

Anonymous said...

Hi would you mind stating which blog platform you're using? I'm going to start my own blog
soon but I'm having a tough time deciding between BlogEngine/Wordpress/B2evolution and Drupal. The reason I ask is because your design seems different then most blogs and I'm looking for something
unique. P.S My apologies for getting off-topic but I had to ask!
My blog ... diablo 3 gold farming

Anonymous said...

you're actually a good webmaster. The site loading speed is incredible. It seems that you're doing any distinctive trick.
In addition, The contents are masterpiece. you've done a wonderful process on this subject!
Here is my site amphora tobacco

Anonymous said...

magnificent submit, very informative. I ponder why the other specialists of
this sector do not notice this. You should proceed your writing.
I'm sure, you have a great readers' base already!
Also see my page - erinmore pipe tobacco

Anonymous said...

Hi there! This post could not be written much better!
Going through this post reminds me of my previous roommate!
He continually kept talking about this. I most certainly will send
this article to him. Fairly certain he will have a great read.

Thank you for sharing!
my page - acne remedy


Post a Comment

 

blog RIGHT

This blog powered by:


Professional template designed by Rohman Abdul Manap
Banner header image and blog modified by antha.ginting

Creative Commons License
Based on a work at karput.blogspot.com,
all contents on this site are LICENSED under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 Unported License.

Please email to for copy
and distribute for commercial or non-commercial uses.

and also PROTECTED under:
MyFreeCopyright.com Registered & Protected
protected by Copyscape Online Plagiarism Detector
for detail see Disclaimer.

Thank you for visiting my blog, see ya..

my FRIENDS


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...