9:18 AM 4/19/2009, ANTz wrote :
Pagi ini, gue duduk di depan rumah seorang teman di daerah Pondok Labu. Orangtua teman meninggal Sabtu malam karena sakit tumor ganas. Meninggal merupakan bagian dari siklus kehidupan manusia, selain kelahiran dan pernikahan. Akan ada tawa dan disana pula tangis mengiringinya, bagai 2 sisi mata uang.
Seminggu yang lalu, tepatnya hari Senin & Selasa, gue sibuk membenahi kamar-kamar yang ada di rumah orangtua. Banyak barang-barang lama yang gue temui, membangkitkan memori masa lalu. Salah satunya buku Chicken Soup for Soul edisi. Wuaaah... asik juga buat sumber inspirasi. Kalau tidak salah, hari Jumat-nya gue baru punya waktu luang untuk mulai membaca. Gue mendapati kesan yang hampir serupa dari berbagai cerita didalamnya. Mulai dari anak terkena Leukimia, veteran Vietnam dengan kruk di kakinya yang menjadi montir mobil, ibu yang menderita kanker payudara, ayah yang kehilangan anak yang masih muda karena kecelakaan, kakek tua penderita jantung, supir taksi yang profesional sampai seorang gadis muda penderita Paranoid Schizofrenia. Dengan ekspresi yang beragam, semua penulis atau pelaku menunjukkan pesan yang sama. Bagaimana manusia menyikapi hidupnya dan memberi arti seberapa pun pendeknya hidup mereka.
Masih dalam minggu ini, gue kebetulan mendengarkan lagu-lagu karya Giving My Best dalam album Stand Out dan Sidney Mohede dengan albumnya Better Days dan Ada Langit Biru. Dari sekian lagu dalam ketiga album tersebut, ada 3 lagu yang akhirnya sering gue dengerin, bahkan saat gue menulis artikel ini. I love it. Lagu itu berjudul Sampai Batas Waktu (Giving My Best), Batas Akhir dan Masih Ada Langit Biru (Sidney Mohede). Padahal awalnya gue agak engga suka karena dari judul dan liriknya mengandung hal-hal mengenai kematian, kesusahan ataupun ketakutan. Hal-hal yang selama 5 tahun terus menghantui diri gue dan menghilangkan semangat, hanya untuk sekedar hidup. Namun hati gue terlanjur menyukainya, mau apa lagi.
...tatkala gelap mencekam hidupku
ku rasa aman dalam-MU
kubawa hatiku
ombak yg menderu
tak membuat galau hatiku
kutahu, kuselalu mengandalkan-MU...
Yaah... selama 5 tahun, gue dihadapkan pada kondisi yang sama seperti pelaku dalam kisah di buku Chicken Soup for Soul ataupun seperti rangkaian lirik dalam ketiga lagu diatas. Seperti mereka, awalnya gue merasa hidup telah habis di usia 25 tahun. Cita-cita & mimpi telah raib seperti debu ditiup hembusan angin, hilang tak berbekas. Dokter & psikolog melakukan beragam diagnosa, kerabat datang silih berganti memberi semangat, segala macam obat dari yang tradisional sampai non tradisional masuk ke perut sampai buku-buku pembangkit semangat didatangkan....tokh gue tidak beranjak dari sedotan lumpur hidup. Alih-alih bangkit malah gue semakin membangun tembok setinggi langit, memutuskan hubungan dengan dunia di sekitar termasuk keluarga sendiri. Hanya untuk menunjukkan konklusi diri gue sendiri bahwa : "I am finished".
Namun layaknya kisah-kisah dalam Chicken Soup for Soul, gue mengalami transformasi yang serupa. Dan itu dimulai dari hal yang sangat sederhana, anak-anak. Selama 2 tahun kehilangan kontrol akan diri gue, di tahun ketiga gue mencoba memulai sebuah usaha yang dekat dengan anak-anak. Tujuannya sederhana sekedar mengisi waktu ditengah keputus-asaan. Amazing....tiga tahun kemudian atau 5 tahun dari titik dimana gue sakit, berbagai jenis hasil dapat dipetik. Dari segi investasi saja, modal dalam bentuk barang bukannya susut malah nilai jualnya naik dan pendapatan yang disimpan dalam bentuk deposito menghasilkan nilai yang lumayan ketika suku bunga naik. Dari 1 tempat yang mulanya iseng-iseng sempat menjadi 2 tempat walau akhirnya yang lama tutup karena kendala pegawai. Dan yang paling penting, diri gue mengalami perubahan yang luar biasa. Gue menjadi sosok yang sangat menghargai uang sampai nilai yang terkecil :), memahami bagaimana menjalankan usaha hingga akhirnya sangat menghargai orang yang berani berusaha secara mandiri, menjadi sabar menghadapi beraneka karakter orang (pengaruh anak-anak neeh), dan yang terpenting mulai ada mimpi-mimpi yang terselip dalam diri gue :), sesuatu yang hilang selama 5 tahun ini.
Ketika membaca kisah-kisah dalam Chicken Soup for Soul, mendengarkan lagu-lagu dari Giving My Best & Sidney Mohede serta mengenang masa-masa suram dalam hidup gue, untuk kemudian mengarahkannya kepada momen dimana gue berada dalam suasana berkabung saat ini... seperti ada gong yang dipukul di dekat telinga... keras sekali. "Itulah Hidup" begitu suaranya terdengar.
Yah... bagaikan pisau bermata dua "Itulah Hidup" membuat diri gue amat tenang sekaligus muram. Tenang karena setelah mengalami saat-saat menyakitkan dalam hidup, gue kini mempunyai visi dan mimpi yang baru. Visi dan mimpi yang sangat sederhana, dimana gue mulai menikmati hidup tanpa harus ngoyo (bahasa Jawa) mencapainya. Mimpi yang akan terus bergulir walaupun gue telah Mencapai Batas Waktu. Visi yang hanya berkata : "Pengaruhi sekitarmu, buat lebih baik". :) Sekarang, gue selalu mencari jenis usaha yang berdasarkan visi ini. Selama 3 tahun gue telah melaluinya dari hal yang kecil yaitu sekitar lingkungan rumah. Dan mulai bulan April 2009, gue memulainya bersama abang gue dalam konteks yang lebih besar. Tidak tahu berhasil atau tidak, tapi sebuah visi haruslah selalu bersama mimpi karena jika itu gagal anggaplah sebagai mimpi belaka, alias tidak stres :)
"Itulah Hidup" mendatangkan sisi muram dalam diri gue. Ketika hari ini gue berbincang-bincang dengan salah satu pelayat, keluar pernyataan tersebut dari bibirnya. "Itulah hidup, hari ini kita sehat... besok bisa meninggal. Ada yang sakit bertahun-tahun tokh tetap tidak meninggal !!!". Sedih rasanya mendengarkan pernyataan yang terkesan datar. Bukannya apa-apa, kalau setiap orang sudah tahu begitulah kenyataan hidup, pertanyaan-nya adalah apa yang telah dilakukan selama hidupmu ???
Apa yang dibenak orang yang ketika memperkaya diri sendiri dengan cara yang tidak benar atau melakukan janji-janji kosong yang tokh akhirnya menyakiti orang lain hanya untuk kekuasaan atau pengaruh. Hampir semua orang mengharapkan atau mengejar sesuatu dalam hidupnya apakah itu kekuasaan, ketenaran, harta, kepintaran atau eksistensi diri lainnya. Tapi ada satu hal yang mengganggu pikiran gue : "Apakah semuanya itu akan selamanya melekat dalam diri kita ?". Ketika dari dalam rumah duka tiba-tiba terdengar tangisan keras yang bersahutan... gue sudah menemukan jawabannya. Tidak ada yang kekal. Hanya kenangan yang ditinggalkan entah sampai berapa lama.
Yah... hidup ternyata sederhana apapun kondisinya. Setiap manusia menjalankan rutinitas yang dipilihnya, ketika mereka jenuh, mudah saja untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan hatinya. Dan siklus hidup terus berputar dari mulai membuka mata hingga akhirnya menutup mata. Dimulai dari tertawa senang hingga akhirnya menangis pilu atau seharusnya dimulai dari tangisan si kecil hingga tawa sang tua meninggalkan sakit yang dideritanya...
Gue hanya terpekur, ketika mendung mulai bergayut diatas rumah duka dan pelayat mulai beranjak dari tempat duduknya. Gue tetap duduk sambil melihat ke langit dan meneruskan menulis, entah bagaimana gue percaya hujan baru akan turun ketika gue pulang ke rumah.
...sampai batas akhir nafasku
dan sampai lenyap detak jantungku
kan kuserahkan seluruh hidupku
dan b'ri yang terbaik bagi-MU...
with respect,
:> ANTz
read more...
summary only...