Wednesday, October 13, 2010

Membentuk Generasi Emas

10:29 AM 4/1/2009, ANTz wrote :

Wuaah.... hari ini gue bangun telat, 9.30 gue baru buka deh. Engga apa-apa  deh lagian anak-anak juga masih pada sekolah. Setelah nyampe gue masih berbengong ria, karena otak blom nyambung. Ternyata sebagian anak-anak engga sekolah, ada try out untuk kelas 6. Ya uwes-lah... gue dapet duit. Berbeda dengan tempat lain, gue buka jam diatas jam 9.00 kecuali hari libur. Alasannya menghindari anak-anak yang cabut sekolah trus singgah di tempat gue. Namun setahun terakhir, gue perhatikan mereka malah keseringan "libur". Ada aja alasannya : ada yang gurunya rapat, kondangan dan lain-lain. Awalnya gue ga percaya, namun setelah diperhatikan emang mereka engga bohong. Misalnya seminggu yang lalu, kalo engga salah hari Kamis, 26 Maret 2009 itu bertepatan tanggal merah. Berdasarkan pengalaman klo udah begitu biasanya hari Jumat pasti libur karena hari Kejepit Nasional dan gue pun datang sekitar jam 8.00. Namun dugaan gue salah anak-anak masuk sekolah. Bagus juga kalo begitu taat aturan. And then besok gue akan buka kembali seperti biasa. Tapi besoknya gue malah bengong, gue malah disamperin ke rumah sama anak-anak sekitar jam 8.00. Ketika sampe tempat, anak-anak itu sebenarnya masuk sekolah cuman ya itu, beragam jawaban keluar dari mulut mereka. Ada yang bilang disekolahnya tidak ada pelajaran trus disuruh pulang cepat, ada yang pelajarannya cuman satu dan akhirnya ada yang jujur bilang males sekolah, percuma engga ada gurunya tutur mereka. Yang gue bingung dengan sekolah yang beragam dan alasan yang berbeda kok hasilnya sama mereka umumnya tidak masuk sekolah.

Seperti juga hari ini, tempat udah penuh. Biasanya sih sekitar jam 11-an abis pulang sekolah. Ternyata sekolah dipake untuk try out kelas 6, jadinya yah engga masuk sekolah. Wuaah... dalam sebulan udah berapa kali anak-anak ini mendapat "tanggal merah". Nah... kebetulan hari ini ada seorang ibu muda yang menemani anak asuhnya. Engga berapa lama kami mengobrol, awalnya dia cerita bahwa anak kandungnya yang sekolah di salah satu SDN di Depok akhir-akhir ini turun nilai raportnya, sulit katanya sekarang untuk anaknya belajar dengan baik di sekolah. Bahkan anaknya nyeletuk bahwa ada gurunya yang tidak memperbolahnya bertanya bila sedang bingung. Wuaalah... opo tenan iki. Yang gue tau selama gue usaha dan sebagian besar berinteraksi dengan anak-anak mereka jarang sekali bohong (sebagian besar usianya dibawah 6 tahun). Terus diceritakan bahwa memang untuk sekarang tidak ada lagi uang sekolah (karena ada dana BOS), namun diperhatikan sejak tidak membayar uang sekolah itu pola belajar, terutama anaknya berubah atau mungkinkah pola belajar mengajar di sekolah ? Si ibu muda ini pun berujar kalo begitu lebih baik saya membayar uang sekolah lagi, biar anak saya bisa belajar dengan lebih baik. Belum lagi beban pelajaran yang dianggap berat untuk anak-anak, terutama pelajaran seperti Komputer atau Bahasa Inggris.

Benar atau tidak, dari obrolan kami menyiratkan benang merah bahwa ada korelasi antara proses belajar mengajar dengan bebas uang sekolah (baca dana BOS). Apakah memang benar dengan adanya dana itu mengurangi kualitas pendidikan ? Gue engga tahu. Hanya saja dari sini gue memperhatikan secara sederhana dari segi kuantitas saja, dalam sebulan mereka sudah kerap libur blom lagi seminggu kedepan akan ada lagi tanggal merah. Sedangkan dari sisi kualitas, gue menelaah bahwa terdapat pola bahwa sekolah (dalam hal ini yang negeri) berusaha menjalankan kurikulum nasional sebaik-baiknya dengan dana yang ada (baca dana BOS) tanpa memperhatikan aspek psikologis anak. Lha siapa yang mo perhatikan psikis anak satu kelas wong gaji aja kurang ? Akhirnya gue memahami bahwa ada kesenjangan antara target kurikulum nasional (beban pelajaran) dengan dana operasional yang tersedia. Korbannya yang gue temui ya itu anak-anak, trus orangtua dan akhirnya guru pun terseret dalam masalah ini. Tapi layakkah mereka dijatuhi batu panas diatas kepalanya ? Jelas tidak.

Tidak ada maksud untuk menggurui para ahli pembuat kurikulum di negeri ini, mungkin benar kurikulum pendidikan nasional sudah baik bahkan teramat baik. Tokh sudah tersedianya Dana Operasional Sekolah, sudah ada Ujian Akhir Nasional yang menjadi standar kelaikan pelajar negeri ini atau seribu indikator lainnya. Bapak atau Ibu bisa sebutkan, namun kami atau paling tidak gue melihat muka suram anak-anak ini. Bukankan sekolah dapat menjadi tempat yang menyenangkan bagi pertumbuhan diri anak bukan hanya sekedar untuk pendidikan formal belaka. Ataukah mereka akan belajar langsung dari lingkungan tanpa ada yang mendampingi. Jadi jangan kaget atau seolah-olah kaget jika di tingkat SMP atau SMU mereka sudah akan membuat genk-genk hanya untuk eksistensi belaka. Eksistensi yang diabaikan di sekolah dan di rumah, namun tokh muncul juga di televisi. :)

Emang gue tidak mempunyai ilmu psikologi, walau begitu gue belajar bahwa paling tidak sampai usia 6 tahun adalah masa penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Karena selepas usia itu anak-anak akan berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas dan kompleks, mereka akan mempunyai keingintahuan yang meluap-luap. Jadi kalo masih mau liat negeri ini yah...paling engga masih dianggap negara lain, bentuklah Generasi Emas. Sederhananya bukankah Anak Harus Lebih Baik Dari Bapaknya ?

with respect,

:> ANTz

0 comments:


Post a Comment

 

blog RIGHT

This blog powered by:


Professional template designed by Rohman Abdul Manap
Banner header image and blog modified by antha.ginting

Creative Commons License
Based on a work at karput.blogspot.com,
all contents on this site are LICENSED under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 Unported License.

Please email to for copy
and distribute for commercial or non-commercial uses.

and also PROTECTED under:
MyFreeCopyright.com Registered & Protected
protected by Copyscape Online Plagiarism Detector
for detail see Disclaimer.

Thank you for visiting my blog, see ya..

my FRIENDS


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...