8:00 PM 10/17/2009, ANTz wrote :
"Yang udah pusing ga usah ditambah pusing, ya engga Om ?" katanya datar. Gue terkesiap mendengar ucapannya, perlahan meletakkan hanphone lalu mengecilkan suara televisi. Nada bicaranya kontras dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Sorot matanya menerawang dalam, seakan ada kegalauan yang sangat dalam di hatinya.
Hampir satu jam berikutnya, gue hanya bisa menjawab dengan satu kata : IYA atau sesekali tersenyum {pahit} mengimbangi kegalauan hatinya. Padahal dalam hati gue tercenung, alangkah kontrasnya antara acara di sebuah stasiun televisi mengenai pencarian jodoh dan topik yang sedang gue baca di hanphone dengan curhat bapak ini.
"Om kan paling ga udah jadi sahabat saya selama ini, saya cuman butuh doanya, kasihan anak-anak kalau "hal itu" terjadi... mereka pasti bingung..." katanya lirih. Gue hanya menjawab dengan anggukan & sedikit tersenyum pahit. DAN BENAR, kalimat pembukanya yang terlihat lugas dan keras menjadi luntur oleh kalimat terakhirnya yang menutup perbincangan malam ini.
Hujan masih turun dan guntur bersahutan menerangi malam ini. Gue tetap memutuskan untuk pulang... menerobos derasnya hujan. Akh... apakah anak-anak yang HARUS SELALU DIPAKSA menerima "ego kedua orangtua" mereka ? Gue rasa jika mereka tahu dan mengerti kondisi kedua orangtuanya, doa dan kepedihan merekalah yang sanggup menggedor sang Ilahi. Atau pertanyaan-pertanyaan yang nantinya terucap, seperti "dimana Ayah ?" atau "kemana Ibu ?" seharusnya sanggup meluluhkan kekerasana hati kedua orangtuanya. Entahlah...
Gue tak tahu apa yang akan terjadi besok, hanya bisa memenuhi permintaan beliau, berdoa agar keadaan menjadi baik... Gue takkan pernah bisa mengerti, sampai kapan pun... dengan alasan apa pun...
with respect,
:> ANTz
0 comments:
Post a Comment