10:30 AM 10/6/2009, ANTz wrote :
ketika lempeng itu bergetar
merontokkan bangunan
merobohkan surau
melongsorkan bukit
mengubur nagari
manusia berlari ketakutan
sanak menyeruakkan risau
rintihan membelah langit
panik menyelimuti nagari
sore itu kelabu menggayut
... di Sumatera bagian barat
jerit...
tangis...
histeris...
erang sakit...
hanyalah melodi
pengiring tragedi
siapa mau peduli
saat maut mengintip diri
kemanakah akan berlari
dimanakah tempat berlindung
kesana longsor mengintai
disini tsunami kan berkunjung
{sejenak}
air langit pun tercurah
entah turut bersedih
atau menambah jerih
menemani pekatnya malam
memupus harapan
secercah adanya bantuan
dihiasi api yang menyambar
menyempurnakan penderitaan
inilah awal yang memilukan
{akhirnya}
tanah memeluk tanah
untuk melepaskan kerinduan
akulah peraduan terakhirmu
tulang meremuk tulang
untuk menunjukkan kerapuhan
engkaulah pembuat diriku
di lembah itu terkubur jasad
di reruntuhan ini terselip raga
jadilah disana pemakaman
disini monumen bencana
perih mengiris hati
sedih menyumbat nadi
pedih menghentak sendi
terbersit sejumput makna
adakah alam menyampaikan pesan
melampiaskan bencana
tuk sejenak mendamaikan insan
bahwa kita adalah sama
bumi ini bukan milikmu
pun tanah ini bukan punyaku
memberi kita satu rasa...
{lihatlah}
sawo matang...
hitam legam...
kuning langsat...
putih susu...
{bersama}
memutus rentang budaya
mengarungi luas samudera
mengulurkan selaksa rasa
menyisipkan sebuah asa
masihkah 1..2.. nyawa tersisa
bagi selaksa nyawa mengiba
mengais-ais reruntuhan
mengangkat bongkahan
membongkar jeruji
memotong tulang besi
adakah 1..2.. jiwa merintih
bagi selaksa jiwa melirih
tak peduli malam menyapa
dan hujan turun sekejap
hingga lapar turut menyiksa
tak urung panas menerpa
pun medan berat menyergap
hingga letih datang memaksa
dimanakah 1..2.. kerabat terbaring
bagi selaksa kerabat mengiring
...
tanah akan terus bergolak
air akan tetap beriak
api menjalar gemeretak
gunung memuntahkan dahak
siapa yang sanggup berteriak
ketika bumi berkehendak
nestapa ini bukanlah akhir
walau peradaban pasti berakhir
duka senantiasa mengalir
sepasti suka juga bergulir
USAHLAH mengangkat tangan
tanda menyerah
TAPI angkatlah tangan
untuk berserah
hai lelaki negeri...
cintailah alam ini
belajarlah kepadanya
agar ia tak menghajarmu
hai perempuan negeri...
belailah bumi ini
sayangilah kekayaannya
karena ia akan mencukupimu
{lihatlah si Upik mulai bernyanyi
dan Buyung pun turut menari
Uni mengulum senyum berseri
hai Uda marilah mengiringi
serunai mengalunkan senandung
Minang Baliak mengurai mendung
pelosok nagari bersolek menjamu
ranah Minang pasti bersemu}
sepeluk kata bagi insan nagari yang remuk hancur dan tangan-tangan yang tulus terulur
with respect,
:> ANTz
0 comments:
Post a Comment